Makalah Psikologi

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
          Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, psikologi boleh dikatakan sebagai ilmu yang masih muda dibandingkan dengan ilmu lainnya seperti: ilmu alam, biologi dan lain-lain, karena baru pada akhir abad ke 19 psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri dalam hal isi, metode dan penggunaannya.
Wilhelm Wundt dapat dikatakan sebagai bapak psikologi modern, ia telah berusaha untuk menjadikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (otonom). Sebelum abad ke-19, psikologi merupakan bagian dari filsafat. Perbedaan cara memecahkan masalah jiwa dimasa lampau dengan dimasa modern, terutama terletak dalam cara pendekatannya. Pendekatan dimasa lampau bersifat filosofis dan atomistik, sedangkan masa modern dengan pendekatan scientific (ilmiah),yaitu melalui penelitian-penelitian empirik.
 Jiwa manusia sejak zaman Yunani telah menjadi topik pembahasan para filosof. Setelah psikologi berdiri sendiri yaitu dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota Leipzig, Jerman.
Untuk lebih memahami psikologi, tentu kita perlu juga memahami sejarah serta perkembangannya dari masa ke masa. Maka dari itu, di dalam makalah ini akan dibahas tentang sejarah perkembangan psikologi.
B.  Rumusan masalah
1.   Bagaimana Sejarah Psikologi
2.   Bagaimana Fase Perkembangan dan Pertumbuhan Psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Psikologi
Secara garis besarnya sejarah psikologi dapat di bagi dalam dua tahap, yaitu masa sebelum dan masa sesudah menjadi ilmu yang berdiri sendiri ( psikologi  menjadi ilmu yang berdiri sendiri baru dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota leipzig, Jerman.
Sebelum tahun 1879, psikologi dipelajari oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu fasal (phisiologi), sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebut. Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti plato, Aristoteles dan Socrates telah memikirkan jiwa dan gejala-gejalanya. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mempeljari hakikat sesuatu dengan menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus-menerus sehingga mencapai pengertuan yang hakiki tentang sesuatu. Pada waktu itu belumada pembuktian secra empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan argumentasi logika belaka. Psikologi benar-benar msih merupakan bagian dari filsafatd alam arti semurni-murninya.
Pada Abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat sehingga objeknya tetap hakikat jiwa dan metodenya masih menggunakan argumentasi logika. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descrates (1596-1650) yang terkenal dengan teori tentang kesadaran, Gottfried Wilhelm leibniz (16446-1716) yang mengutarakan teori kesejahteraan psikofhisik (psychophisical paralellism), John Locke (1623-1704) dengan teori tabula rasa, bahwa jiwa anak yang baru lahir masih bersih seperti papan lilin atau kertas putih yang belum ditulisi. Pada masa sebelumnya masalah kejiwaan dibahas pula oleh para ulama islam seperti Imam Al-gazali (wafat 505 H), Imam fachrudin Ar-Razi (wafat 606 H). Pembahasan masalah psikologis merupakan bagian dari ilmu usuluddin dan ilmu tasawuf.
Disamping para ahli filsafat yang menggunakan logika, para ahli ilmu faal juga melai menyelidiki gejala kejiwaan melalui experimen-experimen. Walaupun mereka menggunakan metode ilmiah (empiris), namaun yang mereka selidiki terutama tentang urat syaraf pengindraan (sensoris), syaraf motoris (penggerak), pusat sensoris dan motoris di otak, serta hukum-hukum yang mengatur bekerjanya syaraf tersebut. Dengan demikian gejala kejiwaan yang mereka selidiki hanya merupakan bagian dari objek ilmu faal dengan metode yang lazim digunakannya. Diantara para tokohnya adalah: C Bell, F. Magendie, J.P. Muller, P. Broca dan I.P Pavlov.
Masa sesudah psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri merupakan masa di mana gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah, terlepas dari filsafat dan ilmu faal. Gejala kejiwaan dipelajari secara sistematis dan objektif. Selain metode experimen digunakan pula metode intropeksi oleh W. Wundt. Gelar kesarjanaan W. Wundt adalah bidang kedokteran dan hikum. Ia dikenal sebagai sosiolog dan filosof dan orang pertama yang mengaku dirinya sebagai psikolog. Ia dianggap sebagai bapak psikologi. Sejak itu psikologi berkembang pesat dengan bertambahnya sarjana psikologi, penyusun teori-teori dan keragaman penikiran-pemikiran baru. Psikologi mulai bercabang ke dalam berbagai aliran.
Psikologi menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dalam hal isi, metode dan penggunaannya dimulai pada abad ke-19.
Wilhelm Wundt dapat dikatakan sebagai bapak psikologi modern, ia telah berusaha untuk menjadikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri (otonom). Sebelum abad ke 19, psikologi merupakan bagian dari filsafat. Meskipun demikian, persoalan psikologi telah ada sejak ratusan tahun sebelum masaehi, mansuia telah mempersoalkan masalah “jiwa” atau “roh”, baik hakekatnya maupaun hhubungannya dengan manusia. Perbedaan cara memecahkan masalah jiwa di masa lampau dengan masa modern, terutam terletak dalam cara pendekatannya. Pemecahan masalah dimasa lampau bersifat filosofis dan atomistis, sedang di masa modern dengan pendekatan scientific (ilmiah), yaitu melalui penelitian-penelitian empirik.
B.     Fase Perkembangan  dan Pertumbuhan Psikologi
Terdapat tiga fase perkembangan psikologi, yaitu:
1.   Psikologi sebagai bagian dari filsafat (psikologi kuno)
Pada zaman dahulu, psikologi dipengaruhi oleh cara-cara berfikir filsafat dan terpengaruh oleh filsafatnya sendiri. Hal ini dimungkinkan karena para ahli psikologi pada masa itu juga adalah ahli-ahli filsafat, atau para ahli filsafat pada waktu itu juga ahli psikologi (tentang kejiwaan).
Pengaruh filsafat terhadap psikologi kuno, berlangsung sejak zaman Yunani kuno samapai pada zaman pertengahan dan zaman baru. Tegasnya pengaruh tersebut berlangsung dari 400 SM sampai dengan 1800 SM.
Pada zaman Yunani kuno terkenal dua orang tokoh filsuf, yaitu Plato dan Aristotelles yang keduanya banyak menyelidiki hidup kejiwaan manusia serta alam ini. Plato terkenal dengan aliran berfikirnya yang disebut idealisme, sedang Aristoteles terkenal dengan aliran realisme. Tetapi meskipun berbeda, aliran, dalam soal kejiwaan mereka tidak jauh berbeda, baik dalam penyelidikannya ataupun pendapatnya.
Beberapa aliran psikologi yang muncul pada fase ini diantaranya, yaitu: psikologi Plato, Psikologi Aristoteles, Psikologi Augustine, Psikologi pada masa renaissance dan abad ke-17, psikologi asosiasi, psikologi elementer (unsur) dari Herbart dan psikologi fisisologi.
1)      Psikologi plato (427-347 SM)
         Plato adalah salah seorang murid socrates, dia seorang penganut idealisme yang sebenar-benarnya. Plato menyatakan bahwa, dunia kejiwan berisi ide-ide yang berdiri sendiri-sendiri, terlepas dari pengalaman hidup sehari-hari. Hal ini terutama terdapat pada orang dewasa dan kaum intelektual. Orang dewasa dan kaum intelektual dapat membedakan mana yang jiwa dan mana yang badan. Tetapi sebaliknya pada anak-anak, jiwa masih dicampur adukan dengan badan, belum bisa memisahkan antara ide dan benda-benda konkrit. Jiwa yang berisi ide-ide ini oleh Plato diberi nama “psyche”. Psyche, menurut plato terbagi tiga, yang disebut trichotomi, yaitu:
a.       Berpikir/pikiran, berpusat di otak dan disebut logisticon;
b.      Kemauan/kehendak, berpusat di dada dan disebut thumeticon
c.       Keinginan/nafsu, berpusat di perut dan di sebut abdomen.
Selanjutnya Plato mengatakan pula bahwa pembagian psyche ke dalam tiga bagian itu ada hubungannya dengan pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu:
a.       Kaum filusuf, yang mempunyai fungsi berpikir dalam masyarakat;
b.      Kaum prajurit, yang mempunyai fungsi berperang untuk memenuhi dorongan-dorongan dan kehendak masyarakat terhadap bangsa lain;
c.       Kaum pekerja, yang funsinya bekerja untuk memenuhi keinginan masyarakat akan makan, pakaian, perumahan dan sebagainya.
Bagi Plato dari ketiga bagian psyche itu, fungsi berpikirlah yang terpenting. Keadaan jiwa dan arah perkembangan jiwa seseorang itu dipengaruhi terutama sekali oleh fungsi berpikir orang yang bersangkutan. Dalam masyarakatpu kaum filusuflah yang paling menentukan keadaan dan arah perkembangan masyarakat tersebut. Karena pendapatnya itu, Plato sering disebut orang rasionalis atu penganut paham rasionalisme, yaitu paham yang mementingkan akal di atas fungsi kejiwaan yang lain.
      2)      Psikologi Aristoteles (384-322 SM)
              Aristoteles adalah murid plato yang kemudian terkenal dengan pikiran-pikirannya sendiri yang berbeda dari gurunya. Kalau plato adalah adalah seporang raisonalis yang percaya bahwa segala sesuatu bermula dari rasio, dari ide-ide yang dihasilkan oleh rasio itu, Aristoteles berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang berbentuk kejiwaan (form) harus menempati suatu wujud tertentu (matter). Wujud ini pada hakekatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Hanya Tuhanlah satu-satunya hal yang tanpa wujud. Tuhan adalah “form” saja tanpa “matter”. Dengan pandangannya ini Aristoteles sering disebut sebagai penganut paham empirisme, karena menurut pendapatnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita, yaitu dari “matter” itu. Matter yang dapat dapat diketahui melalui pengamatan atau pengalaman empiris merupakan sumber utama dari pengetahuan. Dengan pendapatnya ini, ia sering disebut bapak psikologi empiris.
              Berbicara tentang “form”, aristoteles membedakan tiga macam “form” yaitu “plant” yang mengontrol fungsi-fungsi vegetatif, “animal” yang dapat dilihat dalam fungsi-fungsi seperti berkhayal, mengingat, berharap, persepsi, dsb. “rasional”. Rasional inilah yang memungkinkan manusia melakukan penalaran dan membentuk konsep-konsep.
              Pada manusia dorongan dorongan itu berbentuk dorongan untuk merealisasi diri (self realization) yang disebut “entelechi”. Menurut Aristoteles fungsi dari jiwa dibagi dua yaitu kemampuan untuk mengenal dan kemampuan berkehendak. Pandangan ini terkenal sebagai “dichotomi”.
      3)  Psikologi Augustine (354-430)
              Augustine memperkenalkan beberapa konsep yang penting dalam psikologi. Manusia pada dasarnya bersumber pada alam. Dalam diri manusia sudah ada dua dorongan  yang diberikan alam, yaitu dorongan jahat dan dorongan baik. Dorongan jahat harus ditekan dan dilawan, tapi dorongan baik harus dirangsang agar tumbuh terus untuk mencapai kesempurnaan kepribadian. Manusia harus dibersihkan dari dosa dan kesalahan. Untuk itu maka perasaan takut harus ditimbulkan dalam diri orang agar orang itu tidak melakukan dosa. Augustine mengatakan bahwa cara untuk menumbuhkan rasa takut dalam diri manusia itu bermacam-macam, karena pada hakekatnya tidak ada dua orang yang persis sama. Dengan pendapatnya ini, Augustine tergolong orang yang pertama-tama mengamati adanya perbedaan individual (individual difference).
      4)   Psikologi pada masa Renaissance dan abad ke-17
              Bagi perkembangan ilmu pengetahuan , masa renaissance adalah suatu masa yang cerah, karena pada saat itulah mulai berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan dengan pesat, termasuk psikologi tentunya. Ilmu pengetahuan dirasakan sebagai suatu cara yang obyektif  di dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah ilmiah.
              Situasi masa renaissance tersebut besar pengaruhnya bagi perkembangan psikologi pada waktu itu. Descartes (1596-1650) di Perancis merupakan seorang besar dalam psikologi pada masa renaissance. Ia membedakan kelakuan manusia dengan hewan. Tingkah laku hewan berdasarkan pada prinsip mekanistis, sedangkan manusia disamping secara kualitatif  juga bersifat mekanistis, manusia mempunyai kemampuan untuk bebas memilih. Manusia mampu berinisiatif, sedangkan hewan tidak. Tindakan manusia bagian yaitu: (1) alam mekanik dan (2) alam rasio.
      5)  Psikologi Assosiasi
              Psikologi ini berusaha mempelajari jiwa dengan metode analistis-syntetis, seperti yang digunakan dalam ilmu alam, karena psikologi tersebut mempunyai anggapan bahwa jiwa itu terdiri dari elemen-elemen atau kumpulan unsur-unsur yang berproses menurut hukum-hukum yang pasti, yaitu hukum sebab akibat dan hukum assosiasi. Jiwa dipandang sebagai mesin yang berjalan secara mekanis menurut hukum-hukum tertentu, jadi jiwa dengan demikian dipandang pasip, yang aktif adalah hukum-hukum yang menggerakannya. Aliran psikologi ini mengutamakan tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan serta penginderaan.
      6)  Psikologi Elementer (Unsur) Dari Herbart
              Herbart adalah seorang ahli psikologi dan pendidikan bangsa jerman yang menentang ajaran kekuatan kejiwaan, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa jiwa mempunyai kekuatan-kekuatan khusus. Menurut pendapatnya jiwa itu terbentuk oleh karena adanya tanggapan-tanggapan. Dengan demikian, teori Herbart ini disebut “teori tanggapan“ (voorstelings theorie). Dengan menggunakan metode sintetis-analitis, ia mengemukakan pendapat bahwa jiwa terdiri dari dua lapisa yaitu: jiwa yang disadari dan jiwa yang tidak disadari, diantara keduanya terdapat ambang kesadaran. Tidak semua tanggapan itu disadari, karena di antara tanggapan yang masuk terdapat pertentangan yang saling tolak menolak.
     
      7)  Psikologi Fisiologi
              Psikologi ini juga terpengaruh oleh ilmu alam. Adapun salah satu tokohnya yaitu: Johannes Muller yang berhasil mendapatkan hukum kekuatan khusus dari pada indera, yang antara lain menyatakan bahwa masing-masing tanggapan itu menyebabkan timbulnya kekuatan atau reaksi yang khusus terhadap jenis tanggapan yang diterima melalui panca indera tersebut. Paham ini sebagai contoh psikologi yang dipengaruhi ilmu pengetahuan alam, baik metode maupun pendapatnya.
      2.   Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
Akhir abad ke 19 merupakan titik permulaan daripada psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri yaitu sejak Wilhelm Wundt (Jerman, tahun 1832-1920) melepaskan psikologi dari filsafat serta ilmu pengetahuan alam. Wundt adalah seorang pelopor usaha tersebut dengan mendirikan “laboratorium psikologi’ yang pertama kali, yaitu pada tahun 1875, kemudian laboratorium tersebut disahkan dan diakui oleh Universitas-Leipziq pada tahun 1886. Sejak pengesahan tersebut berarti psikologi menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan metode-metodenya sendiri dalam pembuktian-pembuktian dan dalam penyelidikannya, maka timbullah berbagai macam aliran psikologi yang bercorak khusus. Adapun ciri-ciri khusus sebelum abad ke 18 antara lain adalah:
a.    Bersifat elementer, berdasarkan hukum sebab akibat;
b.    Bersifat mekanis;
c.    Bersifat sensualitis-intelektualistis (mementingkan pengetahuan dan pikir);
d.   Mementingkan kuantitas;
e.    Hanya mencari-cari hukum;
f.     Gejala-gejala jiwa dapat dipisahkan dari subyeknya;
g.    Jiwa dipandang pasif;
h.    Terlepas dari materi-materi.
Sedangkan ciri khas dari psikologi modern yang antara lain nampak sebagai berikut:
a.    Bersifat totalitas
b.    Bersifat teologis
c.    Vitalistis biologis ( jiwa dipandang aktif dan bergerak dalam hidup manusia)
d.   Melakukan pendalaman dan penyelaman terhadap jiwa (verstehend)
e.    Berdasarkan nilai-nilai
f.     Gejala-gejala jiwa dihubungkan dengan subyeknya
g.    Memandang jiwa aktif dinamis
h.    Mementingkan fungsi jiwa
i.      Mementingkan mutu/kualitas
j.      Lebih mementingkan perasaan.
Dengan otonominya sebagai ilmu pengetahuan itu maka sejak tahun 1990 timbullah aliran-aliran baru yang bersifat khusus, seperti: ilmu jiwa dalam, psikologi pikir, psikologi individual, behaviorisme, psikologi gestalt, psikologi kepribadian dan masih banyak aliran lainnya.
3.      Psikologi modern dalam abad ke 20
Psikologi abad ke-20 ini mengalami perkembangan yang menuju ke arah pengkhususan dalam studi, dengan pengkhususan tersebut diharapkan dapat membawa kepada pendalaman bidang-bidangnya juga penyesuaian dalam penerapannya bagi kehidupan umat manusia akan lebih intensif.
Masa sesudah psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri merupakan masa dimana gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah , terlepas dari ilmu filsafat dan ilmu faal.
Mulai permulaan abad ke-20 psikologi mempunyai lebih banyak aliran dengan spesialisasi di bidang penelitian masing-masing serta penerapannya. Beberapa contoh aliran-aliran yang berkembang pada fase ini adalah:
Psikologi dalam, yang terbagi atas beberapa aliran
1.    Psiko-analisa, yaitu aliran yang berusaha menyelidiki tentang kejiwaan yang berada di bawah sadar manusia
2.    Psikologi perorangan, yaitu psikologi yang berusaha menyelidiki hidup kejiwaan manusia dari segi pribadi perorangan, menurut sumber pokok hidup kejiwaannya.
3.    Psikologi analitis, yaitu aliran psikologi yang bertujuan mempelajari kehidupan jiwa manusia dari segi lapisan jiwa sadar dfan tidak sadar.
4.    Neo-Freudianisme, yaitu suatu aliran psikologi yang bersumber dari pendapat-pendapat Freud, akan tetapi kemudian berkembang menjadi pandangan-pandangan baru. Manusia dianggap sebagai sebagai suatu mahluk yang bereaksi secara total kejiwaannya, bukan secara unsur demi unsur.
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
            Dengan memperhatikan penjelasan tadi, maka dapat kita simpulkan bahwa psikologi selalu berkembang dari masa ke masa, sehingga memunculkan berbagai perbedaan dalam bentuk aliran-aliran psikologi.
            Semua aliran-aliran psikologi, meskipun menimbulkan sudut pandang yang berbeda-beda akibat sistim pendekatan dan metode yang berbeda, akan tetapi tujuannya sama yaitu ingin mengetahui realitas (hakekat) hidup kejiwaan manusia maupun hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. E. Usman Effendi dan Drs. Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi. Angkasa: Bandung, 1993.
Drs. H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum. Pustaka Setia, 1997. 

Makalah Filsafat

Kamis, 12 Januari 2017
FILSAFAT RASIONALISME (FILSAFAT BERBASIS AKAL)
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Filsafat Rasionalisme merupakan salah satu aliran filsafat modern. Rene Descartes adalah seorang tokoh yang mempelopori filsafat abad modern. Beliau adalah orang yang mendirikan aliran rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Manusia, menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal  menangkap obyek. Beliau menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber pengetahuan dan terlepas dari pengamatan inderawi.
Aliran rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Kerjasama empirisme dan rasionalisme atau rasionalisme dan empirisme inilah yang melahirkan metode sains, dan dari metode inilah lahirlah pengetahuan sains  yang dalam bahasa Indonesia sering disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian rasionalisme ?
2.      Bagaimana sebab awal timbulnya pemikiran rasionalisme ?
3.      Apa ajaran-ajaran pokok dalam aliran rasionalisme ?
4.      Siapakah tokoh-tokoh rasionalisme ?
5.      Bagaimana pandangan aliran rasionalisme terhadap manusia?
C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat Umum. Dan untuk mengetahui pengertian Rasionalisme, latar belakang pemikiran, tokoh-tokohnya serta pengetahuan dan kebenaran menurut rasionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN RASIONALISME
Kata rasionalisme terdiri dari dua suku kata, yaitu “rasio” yang berarti akal atau pikiran, dan “isme” yang berarti paham atau pendapat. Rasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kebenaran yang tertinggi terletak dan bersumber dari akal manusia.[1] Jadi rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran ini, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.
Rasionalisme juga dapat diartikan sebuah faham yang menganggap bahwa akallah yang seharusnya menjadi sumber pengetahuan. Titik fokus sumber pengetahuan dalam aliran ini adalah kemampuan akal dalam melakukan penalaran. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal yang dimiliki manusia.[2] Penalaran adalah sebuah proses pelatihan intelektual untuk mengembangkan akal budi manusia. Bersikap rasional berarti menggunakan kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam mencapai sebuah tujuan. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio.
Ciri-ciri Rasionalisme adalah:
1.    Kepercayaan pada kekuatan akal budi manusia.
2.    Penolakan terhadap tradisi, dogma, dan otoritas. Ini berpengaruh pada berbagai bidang antara lain: bidang sosial politik, agama dan ilmu-ilmu pengetahuan.
3.    Rasionalisme mengembangkan metode baru bagi ilmu pengetahuan yang jelas menunjukkan ciri-ciri kemodernan.
4.    Sekularisasi yang menimbulkan minimal tiga hal: pertama, demitologisasi sejarah, kedua, alam, ketiga, perpisahan antara negara dan agama.
B.     LATAR BELAKANG PEMIKIRAN RASIONALISME
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Descrates adalah orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama  Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.[3]
Latar belakang munculnya rasionalisme ini adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional(skolastik), yang pernah diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
C.    AJARAN-AJARAN POKOK RASIONALISME
1.    Rasionalisme percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat disangkal : (a) mengenai apa yang ada serta strukturnya, dan (b) tentang alam semesta pada umumnya
2.    Rasionalisme percaya bahwa realitas serta beberapa kebenaran tentang realitas dapat dicapai tanpa menggunakan metode empiris.
3.    Rasionalisme percaya bahwa pikiran mampu mengetahui beberapa kebenaran tentang realitas, mendahului pengalaman apapun juga.
4.    Rasionalisme percaya bahwa akal budi (rasio) adalah sumber utama ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah sistem deduktif yang dapat dipahami secara rasional yang hanya secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman indrawi
5.    Rasionalisme percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi indrawi, akan tetapi melalui kriteria konsistensi logis. Kaum rasionalisme menentukan kebenaran yang didasarkan atas konsistensasi antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain atau kesesuaian antara pernyataan (teori) dengan kesepakatan (konsensus) para ilmuwan.
6.    Rasionalisme percaya bahwa alam semesta (realitas) mengikuti hukum-hukum alam yang rasional, karena alam semesta adalah sistem yang dirancang secara rasional, yang aturan-aturannya sesuai dengan logika/matematika.[4]
D.    TOKOH-TOKOH ALIRAN RASIONALISME
1.    Rene Descartes
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada Abad Pertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan pendapat tokoh Gereja. Rene Descartes(1596-1650) adalah filosof yang mampu menyelamatkan filsafat yang dicengkeram oleh iman Abad Pertengahan itu. Descrates telah lama merasa tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama menjadi penyebabnya. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Rene Descartes adalah filosof Perancis yang dijuluki “bapak filsafat modern”. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Dalam karya Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan. Karyanya berjudul A Discourse on Methode mengemukakan perlunya memerhatikan empat hal berikut:
a.    Tidak menerima suatu pun sebagai kebenaran, kecuali bila saya melihat hal itu sungguh-sungguh jelas dan tegas (clearly and distincly), sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
b.    Pecahkan lah setiap kesulitan atau masalah itu sebanyak-banyaknya, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
c.    Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah di ketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
d.   Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus di buat perhitungan-perhitungan sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga di peroleh keyakinan banwa tak ada satu pun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahah itu.[5]
Descartes menepikan fungsi indera dalam  menemukan kebenaran. Menurutnya indera hanya menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi panutan pertama dalam merumuskan kebenaran sesuatu. Descartes menarik kesimpulan bahwa indera sangatlah menipu dan tidak bisa dijadikan sebagai alat satu-satunya dalam mencari kebenaran. Tetapi fungsi akallah yang harus diutamakan.
Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan. Descartes ingin mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, tampaklah  ia berfikir, sehingga ia akan tampak sebab dari proses berfikir tersebut. Oleh karena itu, dari metoda keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi dirinya. Itulah yang kemudian dirumuskan dengan “Cogito Ergo Sum” (karena saya berfikir, maka saya ada).
Dalam mencari kebenaran, merujuk kepada prinsip Cogito Ergo Sum. Hal tersebut di sebabkan oleh keyakinan bahwa dalam diri sendiri, kebenaran lebih terjamin dan terjaga. Dalam diri sendiri terdapat 3 substansi sejak lahir, yaitu:
a.    Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b.    Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada Allah.
c.    Keluasan. Materi sebagai keluasan atau eksestensi sebagaimana hal itu di lukiskan dan dipelajari aoleh ahli-ahli ilmu ukur.
2.    Spinoza
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 dan meninggal dunia pada tahun 1677 M. nama aslinya Banich Spinoza. Spinoza merupakan keturunan dari agama Yahudi. Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri dan jauh dari masyarakat. Ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes. Ia memandang sesuatu itu benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Tuhan dan alam adalah satu dan sama. Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (semua adalah Tuhan). Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya Jadi ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate) . Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia.
.Berdasarkan keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada satu substansi yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala sesuatu yang beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara berada substansi yang satu tadi.
3.    Leibniz
Gotifried Willheim Von Leibniz (1646-1716) dalam permikirannya, bermaksud untuk membuktikan eksistensi wujud (Tuhan).  Bagaimana keberadaan Tuhan itu benar-benar ada didalam kehidupan manusia. Ia membuktikan eksistensi Tuhan dengan konsepnya tentang monade-monade.
Leibniz berusaha membuktikan keberadaan Tuhan dengan empat Argumen. Pertama, ia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Tuhan terbukti.  Kedua, ia berpendapat adanya alam semesta dan tidak lengkapnya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan ini disebut dengan Tuhan. Ketiga, ia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, yaitu “Tuhan”. Keempat, Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan antara monade-monade membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokan mereka satu sama lain, yaitu Tuhan.
Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz berpendapat bahwa substansi itu monad, setiap monad berbeda satu dengan yang lain dan Tuhan (sesuatu yang super monad dan satu-satunya monad yang tidak di cipta) adalah pencipta monad-monad itu. Maka karya Leibniz tentang ini di beri judul Monadology (studi tentang monad) yang di tulisnya 1714. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz.
a.       Monad yang kita bicarakan di sini , adalah substansi yang sederhana, yang selanjutnya menyusun substansi yang sederhana,yang selanjutnya menyusun substansi yang lebih besar.
b.      Harus ada substansi yang sederhana karena ada susunan itu, karena susunan tidak lain dari suatu koleksi substansi sederhana.
Satu substansi sederhana ialah substansi yang kecil yang tidak dapat di bagi. Adapun substansi yang berupa susunan (Composites) jenis dapat di bagi. Akan tetapi, ada kesulitan di sini. Bila simple sub stance (monad) itu terletak dalam ruang, maka akibatnya ia mesti dapat di bagi. Oleh karena itu,Leibniz menyatakan bahwa semua monad itu haruslah material dan tidak mempunyai ukuran,tidak dapat di bagi.
c.       Sekarang, apa pun yang tidak mempunyai bagian – bagian  tentulah tidak dapat di bagi. Monad itu adalah atom yang sebenarnya pada sifatnya dan kenyataannya adalah unsur segala sesuatu.
d.      Kerusakan, karena itu, tidakkan menjadi pada substansi itu, karena tidak dapat di bagi karena immaterial itu.
e.       Dengan cara yang sama tidak ada jalan untuk memahami simple substance itu di cipta (come into exintence) karena monad itu tidak dapat di bentuk dengan menyusun .
f.       Kita hanya dapat menyatakan sekarang bahwa monad itu mulai dan berakhir hanya satu kali. Yang tersusun mempunyai permulaan dan berakhir secara berangsur.
g.      Monad tidak mempunyai kualitas, karenanya mestinya tidak akan pernah ada.
h.      Setiap monad harus di bedakan satu dengan lainnya karena tidak pernah ada isi alam yang sama sekalipun kita tidak dapat mengetahui perbedaan itu.
i.        Tidak ada jalan menjelaskan bagaimana monad-monad itu dapat perubahan dalam dirinya sendiri oleh sesuatu di luarnya karena tidak ada kemungkinan sesuatu yang masuk ke dalamnya.
Masalahnya ialah  setiap subtansi itu bebas, dan karena itu sesuatu yang lain tidak dapat melakukan sesuatu kepadanya satu sama lainnya. Descartes menemui kesulitan dalam menyelesaikan hubungan mind dan body. Spinoza, sebagai monis, menyelesaikan masalah ini dengan cara yang amat sederhana: karena hanya ada satu substansi, maka persoalan ini tidak ada padanya. Akan  tetapi, Leibniz adalah pluralis; ada lebih dari satu substansi, yang tidak dapat saling berintraksi.[6]
Monad ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan caranya sendiri. Tiap-tiap pencerminan yang terbatas ini mengandung kemungkinan tidak terbatas karena dalam seluruhnya dapat diperkaya dan dipergandakan oleh sesuatu dari sesuatu yang mendahuluinya. Dalam rentetan ini ada tujuan yang terakhir, yaitu menuju yang tak terbatas sesungguhnya. Tuhan itu transendent, artinya Tuhan di luar makhluk, Tuhan merupakan dasar dari segala rentetan yang ada.
E.     KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ALIRAN RASIONALISME
1.    Kelebihan
a.    Mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
b.    Dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah-masalah filosofi
2.    Kekurangan
a.    Doktrin-doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subyek daripada objek, sehingga rasionalisme hanya berfikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek-objek rasional secara peka,
b.    Cara memahami objek di luar cakupan rasionalitas sejingga titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang subjektif tersebut.
F.     PANDANGAN ALIRAN RASIONALISME TENTANG MANUSIA
Descartes memandang manusia sebagai makhluk  dualitas. Manusia terdiri dari dua subtansi : jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap subtansi yang satu sama sekali terpisah dari subtansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes mempunya banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
     Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan. Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Pada zaman modern muncullah tokoh-tokoh filsafat baru yang menganut paham  rasionalisme. Adapun tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selanjutnya Spinoza dan Liebniz dari Jerman.
              Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak filsafat modern”. Rene descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme. Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan .Selanjutnya Spinoza. Spinoza adalah satu filosof istimewa yang tidak hanya percaya pada apa yang  dikatakannya, tetapi juga bertindak sesuai dengannya. Spinoza mempunyai pemikiran bahwa hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya.
                 Filosof terakhir yang mengikuti pemikiran rasionalisme Descartes adalah Leibniz. Metafisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat Leiniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus juga mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakanNya.
B.     SARAN
                 Demikianlah makalah yang sangat sederhana ini. Penulis sangat yakin bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam  makalah ini. Penulis mengharapkan banyak saran dan kritikan agar kiranya makalah ini bisa menjadi lebih sempurna.
[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Remaja Rosdakarya,    2001), hlm.127
[2] Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 141
[3] Ahmad Tafsir, op. cit, hlm.129
[4] Akhyar Yusuf Lubis,  Filsafat Ilmu: Klasik hingga Kontemporer,( Jakarta: RajaGrafindo, 2015), hlm. 87-88
[5] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara , 2015), hlm. 37
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Remaja Rosdakarya,    2001), hlm.139-141

DAFTAR PUSTAKA
Syadali, Ahmad. 2004. Filsafat Umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Surajiyo. 2015. Filsafat Ilmu: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Lubis, Akhyar Yusuf. 2015. Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Tafsir, Ahmad. 2005. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : PT Rosdakarya
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologi. Jakarta : PT Bumi Aksara
Achmadi, Asmoro. 2009.  Filsafat Umum. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada